Total Tayangan Halaman


Selasa, 06 September 2011

Clash of The Titans - Downy vs Molto

Satu lagi episode seru pertarungan dua perusahaan raksasa dunia di Indonesia, yakni antara Procter & Gamble (P&G) vs Unilever. Kali ini untuk kategori Pelembut Pakaian (Fabric Softener) Konsentrat. Dominasi Unliever melalui produk Molto sudah sangat menancap kuat di benak konsumen Indonesia, namun hal ini tidak menciutkan nyali P&G untuk tetap meluncurkan produk Pelembut Pakaian dengan menggunakan merek Downy, merek yang mereka klaim sebagai merek Pelembut Pakaian no 1 di dunia. Sebelum secara resmi diluncurkan di Indonesia, Downy hanya tersedia di Supermarket kelas premium, yang juga menjual barang-barang merek ternama namun didistribusikan oleh Importir Umum, sekelas Foodhall, Ranch Market, atau Kem Chick. Dengan diluncurkannya Downy Indonesia, harga yang ditawarkan pun cukup menarik, sekitar Rp 5.000-Rp 7.000, tergantung kemasannya.

Hal ini cukup membuat Molto bereaksi, seperti yang biasanya terjadi, di mana kedua perusahaan akan saling berlomba dari sisi promosi, dan menggunakan taktik marketing untuk mencegah merek yang baru lahir membesar. Hal yang paling menonjol yang dilakukan Molto adalah dengan menempatkan SPG (Sales Promotion Girl) mereka di outlet-outlet retail modern, dengan menggunakan seragam yang senada dengan warna kemasan Downy, yakni Biru dan Pink Pastel (padahal kalau kita amati, warna kemasan Molto jauh berbeda dengan warna seragam SPG mereka). Penambahan pajangan tambahan di toko juga sangat terasa. Di tengah gencarnya iklan TV Downy, yang menggunakan banyak artis dan selebritis ternama seperti Farah Quinn, Artika Sari Devi-Baim, dan Susi Susanti, Downy langsung menggebrak pasar.

MARKETING MIX DOWNY

  • PRODUK: tersedia dua varian; Anti-bacteria dan Sunrise Fresh, dalam tiga kemasan yakni pouch, botol, dan sachet.
  • PRICE: harga sangat bervariasi karena dalam masa promosi, kemasan botol seharga Rp 6.500 (200ml) dan Rp 11.700 (400ml) kemasan pouch Rp 5.000 (200ml) dan Rp 10.500 (400ml). Juga tersedia kemasan sachet seharga Rp 500.
  • PLACE: secara dominan di Modern Trade channel, namun tersedia juga kemasan sachet untuk Traditional Trade.
  • PROMOTION: iklan TV dan harga promosi

http://youtu.be/YNFFZZ7bWQg

KEUNGGULAN MOLTO

Sebuah merek yang sudah ada di Indonesia sejak tahun 2007 membuat Molto Ultra telah memiliki konsumen yang loyal, serta awareness level yang tinggi. Dalam beberapa kesempatan, merek Molto menjadi pemenang ICSA (Indonesia Customer Satisfaction Award) yang diselenggarakan majalah SWA menunjukkan bahwa konsumen cukup menyukai dan loyal terhadap Molto. Dengan perluasan merek, seperti ke kategori pelicin pakaian dengan merek Trika Molto dan pengembangan ke Molto Ultra (pelembut pakaian konsentrat) membuat merek Molto semakin dikenal. Ditambah lagi dengan peluncuran varian Detergent Rinso plus Molto, membuat penetrasi awareness level konsumen menjadi semakin kuat.

Dengan didukung distribusi yang sangat kuat, saat ini diperkirakan direct distribution stores (toko yang di dikunjungi langsung oleh perwakilan distributor) Unilever mencapai lebih dari 900.000 toko dan dalam waktu singkat akan menembus angka 1 juta toko. Jumlah ini diluar toko-toko pengecer yang membeli barang dagangannya ke Grosir Besar atau Grosir Menengah/Kecil.

P&G juga bukan lawan yang sembarangan, mereka saat ini sudah mencapai 700.000 direct distribution stores. Sedikit gambaran bagi yang tidak familiar dengan industri consumer goods; salah satu kunci sukses suatu produk bisa diterima dan tumbuh di pasar adalah masalah ketersediaan produk, atau dalam hal ini dikenal dengan distribusi. Saya selalu mengingat perkataan ex-line manager saya saat bekerja di P&G; 3 hal utama yang menentukan kesuksesan produk consumer goods adalah: DISTRIBUSI, DISTRIBUSI, dan DISTRIBUSI.

Permasalahan utama mengenai distribusi produk di Indonesia adalah tantangan dari sisi infrastruktur dan kondisi geografis bangsa ini. Infrastruktur jalan raya yang relatif bagus hanya di pulau Jawa dan Bali, kita bisa berkeliling dengan menggunakan kendaraan darat seperti mobil, motor, dan kereta api dengan relatif nyaman. Sementara hal ini menjadi permasalahan serius di luar pulau Jawa.

Di Sumatera, banyak titik jalan Trans Sumatera yang berubah menjadi kubangan lumpur saat musim hujan tiba, membuat perjalanan truk ekspedisi barang terhambat. Ditambah faktor keamanan yang rawan perampokan, perampasan (dikenal dengan istilah Bajing Loncat), contohnya di sekitar ruas Lahat-Lubuk Linggau, para supir truk tidak akan melewati ruas ini diatas jam 5 sore demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Di pulau Kalimantan, pola transportasi yang utama adalah melalui sungai, dan perjalanan darat tidak bisa dilakukan di seluruh antar-kota. Contohnya dari Pontianak hendak menuju Balikpapan, secara normal tidak mungkin ditempuh melalui jalur darat. Kondisi geografis Indonesia yang memiliki banyak pulau juga semakin menambah rumit permasalahan distribusi barang. Walaupun saat ini industri penerbangan di Indonesia tumbuh pesat dan dapat membantu pola transportasi produk, moda transportasi udara masih kurang diminati karena faktor biaya yang relatif jauh lebih tinggi bila dibandingkan moda transportasi darat atau laut. Sebagai gambaran, perbandingan pengiriman barang antara darat vs udara adalah 1:3 sampai 1:10, tentunya akan bergantung pada banyak faktor seperti ukuran, berat, jenis dan kategori produk.

Unilever menyiasatinya dengan menunjuk banyak distributor dan sub-distributor di masing-masing wilayah kerja yang telah ditentukan. Masing-masing sub-distributor ditunjuk sebagai penanggung jawab dan diberikan hak khusus untuk mengelola wilayah kecil tersebut. Hal ini membuat kerapatan distribusi menjadi lebih baik. Tetapi ingat, tidak semua produsen mampu melakukan hal tersebut, mengapa? Unilever bisa melakukan hal tersebut dalam skala yang belum mampu diikuti oleh kompetitornya karena dia memiliki sangat banyak merek produk dari multi kategori, yang secara keseluruhan bisa menjadi leverage bagi kelangsungan bisnis sub-distributor yang ditunjuk. Bagi kebanyakan produsen, dengan menunjuk lebih banyak distributor atau sub-distributor atau agen, maka porsi kue bisnis yang diterima masing-masing sub-distributor menjadi lebih kecil, dan seringkali margin distributor (keuntungan bagi distributor dari selisih harga beli dari produsen vs harga jual ke toko) yang diberikan tidak cukup untuk menutupi biaya operasional sub-distributor. Sehingga portfolio (keragaman) produk yang didistribusikan memberikan kontribusi besar bagi kesukesan bisnis sub-distributor, secara prinsip umum yang berlaku bagi distributor adalah semakin banyak produk akan semakin baik.

SIAPA YANG AKAN JADI PEMENANG?

Unilever bisa dibilang adalah raja consumer goods di Indonesia, banyak produknya yang telah menjadi pemimpin pasar di kategori yang dimasuki, termasuk Molto yang saat ini menjadi pemimpin pasar pelembut pakaian. Dengan dukungan distribusi yang sangat kuat, marketing yang kreatif (Molto menggunakan animasi dalam iklan TV dan memperkenalkan brand ambassador Andy, seorang tokoh khayalan dari negeri jeans), ditambah portfolio produk yang lebih lengkap, tampaknya bukan perkara mudah bagi P&G untuk mengalahkannya. Perusahaan lokal yang dikenal menjadi follower dari Unilever, Wings Group, dengan merek SoKlin Softener pun tampaknya belum mampu menggulingkan tahta Molto selaku pemimpin pasar.

P&G sendiri didukung dengan merek global yang sangat kuat, dimana Downy menjadi pelembut pakaian no 1 di dunia berdasarkan riset dari Nielsen (lembaga riset independen kelas dunia). Keputusan mereka untuk meluncurkan produk pelembut pakaian (setelah membiarkan musuh bebuyutannya mengedukasi pasar sejak 2007) tentunya sudah memiliki dasar yang kuat.

Pertanyaannya, apakah pertarungan kali ini akan berakhir seperti saat Rejoice 2in1 (P&G) mengalahkan Dimension 2in1 (Unilever) -masih ingat kah nama produk shampoo yang diluncurkan tahun 1990-1991 tersebut?-, atau akan berakhir seperti saat Rinso (Unilever) berhasil membuat Tide (P&G) hengkang dari pasar produk detergent? Tide yang merupakan produk detergent andalan P&G adalah juga merupakan produk detergent no 1 di dunia kala diluncurkan di medio 2000 awal, namun terbukti hanya mampu bertahan singkat. Peringkat no 1 di dunia bukanlah jaminan bahwa merek tersebut juga akan sukses di Indonesia, seperti banyak terjadi di kategori produk lainnya.

Mari kita amati bersama, bagaimana akhir dari pertarungan ini. Yang jelas, sebagai konsumen kita adalah pihak yang paling diuntungkan dengan semakin sengitnya pertarungan diantara para Titans. Karena produsen akan dituntut untuk semakin memberikan value lebih di mata konsumen, baik dari sisi kualitas produk, pengembangan teknologi, maupun pada sisi harga yang ditawarkan.

Kalau menurut Anda, apa yang akan terjadi?

Disclaimer: segala diskusi yang ada disini tidak bermaksud untuk mendiskreditkan atau mempromosikan suatu produk/merek/jasa. Penyebutan merek dilakukan untuk melakukan perbandingan secara langsung, dan ditujukan untuk menjadikan diskusi lebih menarik. Segala pendapat yang ada hanya merupakan pendapat pribadi, dilakukan dengan akal sehat dan niat baik untuk kepentingan diskusi mengenai dunia Sales & Marketing. Segala kesalahan data, apabila ada, agar dikesampingkan karena tidak menjadi pokok penting dalam penulisan dan diskusi. Apabila ada pihak yang merasa dirugikan baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat menghubungi penulis melalui herianto.sumali@gmail.com dan menggunakan hak jawabnya.

1 komentar: